UNDIAN DAN LOTRE
Makalah ini ditulis sebagai tugas mata kuliah Masailul Fiqih
Dosen Pengampu : Afga Shidiq, M.Pd.I
![]() |
RAMINI : 13.0401.0012
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
2015
A.
Pendahuluan
1. Latar Belakang
Kehidupan manusia di dunia ini pasti selalu diliputi dengan berbagai
masalah. Belum selesai satu masalah, muncul lagi masalah yang lainnya. Hal ini
tentunya merupakan sebuah kewajaran karena bukan hidup namanya jika tidak ada
masalah. Bahkan pastinya di masa mendatang akan semakin banyak masalah yang
muncul dalam kehidupan masyarakat. Masalah- masalah tersebut tidak akan kita
temukan solusinya andaikata kita jauh dari sumber pegangan hidup yaitu Al
Qur’an dan Hadits dan belum ada pemikiran-pemkiran dari para mujtahid, dan
biasanya solusi tersebut baru dipikirkan setelah peristiwa dari masalah itu
menyeruak ke permukaan kehidupan masyarakat.
Sepanjang sejarah perkembangan hukum Fiqh yang kita ketahui, setiap ada
kejadian yang memerlukan ketentuan hukum, semua pasti ada penyelesaiannya. Hal
ini berarti tidak ada kevakuman hukum dalam kehidupan masyarakat.Penetapan
hukum tersebut bisa tepat atau tidak, kuat atau lemah, semuanya tergantung pada
ijtihad para mujtahid.
Sebagai contoh dari masalah yang harus segera ditetapkan ketentuan hukumnya
adalah mengenai undian dan lotere.Sejauh ini, di negara kita undian dan lotere
telah berkembang pesat bahkan telah menjadi bagian dari praktek bisnis
segelintir kalangan. Bahkan terkadang tidak jarang banyak orang yang
menghalalkan segala cara demi mendapatkan keuntungan dari mengikuti undian dan
lotere.
2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian undian dan lotere?
2. Apa jenis-jenis dari undian?
3. Bagaimana hukum dari undian dan lotere ?
B.
Pembahasan
1. Pengertian Undian Dan Lotere
Di dalam Ensiklopedi Indonesia disebutkan
bahwa lotere berasal dari bahasa Belanda “Loterij” yang berarti undian
berhadiah, undian nasib dan peruntungan. Sedangkan menurut kamus bahasa
Inggris, berasal dari kata Lottery yang berarti undian. Dari dua
pengertian tersebut, baik undian ataupun lotere peruntungan keduanya sangat
ditentukan oleh nasib. Adapun penyelenggaraannya bisa dilakukan oleh
perorangan, perusahaan, atau lembaga. Tujuan keduanya biasanya ditujukan untuk
mengumpulkan dana dalam upaya peningkatan pemasaran produk perdagangan.
Dengan demikian, undian dan lotere pada
hakikatnya mempunyai makna yang sama. Akan tetapi pengertian dan praktek yang
berkembang di masyarakat sangat berbeda. Lotere dipandang sebagai judi sedangkan undian
tidak. Karena terdapat perbedaan pendapat mengenai
pandangan antara undian dan lotere, apakah termasuk judi atau tidak, maka ada
baiknya jika kita pahami kembali pengertian dari judi.
Judi adalah permainan yang mengandung unsur
taruhan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang bertujuan untuk mencari
nasib atau peruntungan. Dalam hal ini tentu akan ada pihak yang menang dan ada
pihak yang kalah. Ketentuannya, semua taruhan yang bertujuan untuk mengadu
nasib yang sifatnya untung-untungan dilarang keras oleh agama, sebagaimana
firman Allah dalam Q.S.Al Maidah (5) ayat 90-91:
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya
khamar, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah
perbuatan keji yang termasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya
syetan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu
lantaran khamar dan berjudi, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan
shalat, maka berhentilah kamu dari pekerjaan itu.”
Berdasarkan ayat dan pernyataan di atas, maka
sudah jelas bahwa judi termasuk perbuatan yang diharamkan karena didalamnya
mengandung undur kekejian, adanya campur tangan syetan dan dapat merugikan
salah satu pihak yang ikut terlibat di dalamnya.
2. Jenis-jenis undian
Ditinjau dari sudut manfaat dan mudaratnya,
ulama mazhab (Mazhab Hanafi, Maliki, Hambali dan Syafi’i) membagi undian atas
dua bagian, yaitu undian yang mengandung unsur mudarat atau kerusakan dan
undian yang tidak mengandung mudarat dan tidak mengakibatkan kerugian. Adapun
undian yang mengandung unsur mudarat atau kerusakan terdiri dari dua jenis
undian yaitu:
a. Undian yang menimbulkan kerugian finansial pihak-pihak yang diundi. Dengan
kata lain antara pihak-pihak yang diundi terdapat unsur-unsur untung-rugi,
yakni jika di satu pihak ada yang mendapat keuntungan, maka di pihak lain ada
yang merugi dan bahkan menderita kerusakan mental. Biasanya, keuntungan yang
diraihnya jauh lebih kecil daripada kerugian yang ditimbulkannya. Undian yang
terdapat unsur-unsur ini dalam Al-Qur’an disebut al-maisir (QS Al-Baqarah:
219).
b. Undian yang hanya menimbulkan kerugian atau kerusakan bagi dirinya sendiri,
yaitu berupa kerusakan mental. Manusia menggantungkan nasib, rencana, pilihan
dan aktivitasnya kepada para “pengundi nasib” atau “peramal”, sehingga akal
pikirannya menjadi labil, kurang percaya diri dan berpikir tidak realistik.
Undian semacam ini dalam Al-Qur’an disebut dengan al-azlam (QS Al-Maa’idah:
90).
Sedangkan undian yang tidak mengandung atau menimbulkan mudarat dan tidak
mengakibatkan kerugian, baik bagi pihak-pihak yang diundi maupun bagi pihak
pengundi sendiri para pelakunya hanya mendapatkan keuntungan di satu pihak dan
pihak lain tidak mendapat apa-apa, akan tetapi tidak menderita kerugian. Yang
termasuk dalam kategori ini ialah segala macam undian berhadiah dari
perusahaan-perusahaan dengan motif promosi atas barang produksinya, undian
untuk mendapatkan peluang tertentu (karena terbatasnya peluang tersebut)
seperti undian untuk berangkat menunaikan ibadah haji dengan cuma-cuma dan
undian untuk menentukan giliran tertentu, seperti dalam arisan. Termasuk juga dalam kategori ini bentuk undian dalam kategori prioritas
urutan dalam perlombaan, baik olahraga maupun kesenian.
3. Dasar Hukum dan Ketentuan Syara’ Tentang Undian
Dalil syara’ yang menyebutkan tentang undian,
dalam pengertian judi, terdapat pada QS Al-Baqarah ayat 219 dan Al-Maa’idah
ayat 90-91.Dalam hal ini juga berlaku pula ketentuan QS Al-Maidah ayat 3 yang
mengharamkan undian nasib.
Yang menjadi perhatian berdasarkan ayat-ayat
di atas ialah kerusakan yang ditimbulkannya. Judi diharamkan karena
mengandung kerusakan yang besar, meskipun ada sedikit manfaatnya.
Sedangkan yang menjadi sumber awal kerusakannya ialah angan-angan pada
keuntungan besar, padahal yang diperoleh hanya kerugian dan kehancuran.
Untuk undian yang tidak mengandung kerusakan
sama sekali sekali atau bahkan mengandung manfaat, seperti undian dalam arisan,
kuis berhadiah atau undian berhadiah sebagai promosi dari
perusahaan-perusahaan, Islam membolehkannya. Ini sebagaimana pernah dilakukan
Rasulullah SAW sendiri, menurut sebuah hadits yang disepakati Imam Bukhari dan
Muslim dari Aisyah binti Abu Bakar, yang artinya :
“Apabila hendak bepergian, Rasulullah mengundi
istri-istrinya untuk menentukan siapa yang lebih berhak ikut bersamanya.”Segala
bentuk undian ini, khususnya di Indonesia, oleh masyarakat dinilai positif,
maka dalam hal ini berlaku kaidah ‘urf (tradisi masyarakat), yaitu al-‘aadah
muhakkamah (tradisi masyarakat dapat dijadikan dasar hukum) sepanjang tidak
bertentangan dengan dalil syara’. Pendapat Para Ulama Tentang Lotere
atau Undian Berhadiah:
Undian berhadiah sebenarnya bukanlah
suatu perkara baru di dunia ini.Hanya saja dari masa ke masa bentuk dan
tujuannya beraneka macam. Salah satu yang paling terkenal adalah yanasib
atau lotere, yakni kegiatan pengumpulan uang dalam jumlah besar yang dilakukan
oleh pemerintah, yayasan atau organisasi dari ribuan atau bahkan jutaan
orang.Sebagian kecil dari uang terkumpul itu diberikan kembali kepada beberapa
penyumbang dengan mengundi kupon-kupon yang telah dibeli oleh para penyumbang
tersebut. Adapun sisanya dikuasai oleh penyelenggara dan
digunakan untuk kepentingan umum.
Pro dan kontra pun terjadi menanggapi
permasalahan itu.Ada pihak yang menghalalkan, namun ada pula yang
mengharamkannya.
Hendi Suhendi yang mengutip pendapat Ahmad
Hasan mengatakan bahwa mengadakan lotere dan
membeli lotere adalah terlarang, sedangkan
menerima dan meminta bagian dari uang
lotere adalah perlu atau mesti sebab kalau
tidak diambil akan digunakan oleh umat
lain untuk merusak umat Islam atau
paling tidak memundurkannya.
Sedangkan menurut Fuad M.
Fachruddin berpendapat bahwa lotere tidak
termasuk salah satu perbuatan judi (maisir)
yang diharamkan karena illat judi atau
maisir tidak terdapat dalam lotere.
Kemudian dikatakan bahwa pembeli atau
pemasang lotere apabila bermaksud dan
bertujuan hanya menolong dan mengharapkan
hadiah, maka tidaklah terdapat dalam
perbuatan itu satu perjudian. Apabila
seseorang bertujuan semata-mata ingin memperoleh
hadiah, menurut Muhammad Fachruddin perbuatan
itu pun tidak termasuk perjudian sebab pada
perjudian kedua belah pihak berhadap-hadapan
dan masing-masing menghadapi kemenangan atau
kekalahan.
Muktamar Majlis Tarjih Muhammadiyah di
Sidoarjo pada tanggal 27- 31 Juli 1969, seperti yang dikutip Masjfuk Zuhdi,
memutuskan antara lain bahwa Lotre Totalisator (Lotto), Nasional Lotre (Nalo)
dan sesamanya adalah termasuk perjudian, sehingga hukumnya haram. Adapun
penjelasan yang dikemukakan adalah sebagai berikut.
a. Lotto dan Nalo pada hakikat dan sifatnya sama dengan taruhan dan perjudian
dengan unsur-unsur, Pihak yang menerima hadiah sebagai pemenang dan Pihak yang
tidak mendapat hadiah sebagai yang kalah.
b. Oleh karena Lotto dan Nalo adalah salah satu jenis taruhan dan perjudian,
maka berlaku nash sharih dalam QS Al-Baqarah ayat 219 dan QS Al-Maidah ayat 90–
91.
c. Muktamar mengakui bahwa hasil Lotto dan Nalo yang diambil oleh pihak
penyelenggara mengandung manfaat bagi masyarakat sepanjang bagian hasil itu
benar-benar dipergunakan bagi pembangunan
d. Bahwa mudharat dan akibat jelek yang ditimbulkan oleh tersebarluasnya
taruhan dan perjudian dalam masyarakat jauh lebih besar daripada manfaat yang
diperoleh dari penggunaan hasilnya
Berdasarkan pertimbangan di atas, muktamar Tarjih memutuskan bahwa “Lotto
dan Nalo adalah termasuk perjudian. Oleh karena itu hukumnya haram”. Muktamar tidak memungkiri dan mengakui bahwa Lotto, Nalo SBB dan Porkas itu
ada manfaatnya, namun bahayanya lebih besar dari manfaatnya, yang dapat merusak
masyarakat, sebagaimana firman Alloh SWT, “Mereka bertanya kepadamu
tentang khamar* dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya
terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa
keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa
yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.”
Syekh Ahmad Surkati berpendapat bahwa lotere itu bukan judi karena
bertujuan untuk menghimpun dana yang akan disumbangkan untuk kegiatan-kegiatan
social dan kemanusiaan. Beliau juga mengakui bahwa unsur negatifnya tetap ada,
tetapi sangat kecil bila dibandingkan dengan manfaatnya.
Bagi para mujtahid (ulama) yang mempergunakan qiyas (analogi) sebagai salah
satu sumber hukum, tentu pembicaraan masalah illat dapat diterima walaupun ada
perbedaan illatnya. Tetapi bagi mujtahid (ulama) yang tidak mempergunakan qiyas
sebagai sumber hukum, tentu pembicaraan tidak akan menyambung sampai kapanpun,
sebab sejak awal titik tolaknya sudah berbeda.
Kemudian mengenai undian yang berlaku sekarang untuk mempromosikan
barang-barang dagangan, menurut Hasan tidak termasuk seperti lotere, SBB
semacamnya, karena pemegang kupon berhadiah itu tidak dirugikan.Umpamanya
seseorang berbelanja, dan pihak pemilik barang tidak memberikan kupon. Cara
lain kita lihat seperti orang yang membeli pepsodent umpamanya, sesudah
mencapai bungkusnya dalam jumlah tertentu, dikirim kepada pihak produsen untuk
diundi.
Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa lotere, SSB, SDSB, dan
semacamnya tidak sejalan dengan ajaran islam, karena berdampak tidak baik bagi
anggota masyarakat. Sedangkan undian berhadiah yang tidak ada
resiko bagi pemegang kupon, tidak ada dasar kalah-menang atau untung-untungan,
dapat dibenarkan.
C. Simpulan
1. Undian dan lotere pada hakikatnya mempunyai makna yang sama yaitu baik
undian ataupun lotere peruntungan keduanya sangat ditentukan oleh nasib.
2. Undian terbagi menjadi dua bagian, yaitu undian yang mengandung unsur
mudarat atau kerusakan dan undian yang tidak mengandung mudarat dan tidak
mengakibatkan kerugian.
3. Hukum undian dan lotere tidak sejalan dengan ajaran islam, karena berdampak
tidak baik bagi anggota masyarakat. Sedangkan undian berhadiah yang tidak ada
resiko bagi pemegang kupon, dapat dibenarkan.
D.
Daftar
Pertanyaan
1. Apakah time one termasuk
judi?
Time
Zone atau yg sejenisnya, ada permainan di mana seorang anak memasukkan
koin untuk menggerakkan mesin untuk mengambil mainan yang ada dalam suatu box.
Dalam kondisi ini, tidak dapat dipastikan apakah sang anak akan mendapatkan
mainan di dalam box, karena tergantung kelihaian dan keberuntungan. Maka
permainan seperti ini termasuk judi / maysir, sehingga hukumnya haram.
2. Bagaimana hukumnya ketika kita membeli kupon
saat jalan santai?
Tidak boleh, apabila pembeliaan kupon tersebut
didasarkan pada untung dan rugi, karena hal untung rugi tersebut termasuk dalam
kategori judi atau taruhan.
E.
Manfaat
Mempelajari Masailul Fikih
Dapatlah
kita kemukakan bahwa persoalan fiqih kontemporer di masa akan datang lebih
komplit lagi dibanding yang kita hadapi hari ini. Hal tersebut disebabkan arus
perkembangan zaman yang berdampak kepada semakin terungkapnya berbagai
persoalan umat manusia, baik hubungan antara sesama maupun dengan kehidupan
alam sekitarnya.
Kompleksitas
masalah tersebut tentunya akan membutuhkan pemecahan masalah berdasarkan
nilai-nilai agama. Disinilah letak betapa pentingnya rumusan ideal moral maupun
formal dari fiqih kontemporer tersebut, yang tidak lain bertujuan untuk menjaga
keutuhan nilai ketuhanan, kemanusiaan dan kealaman, terutama yang menyangkut
dengan aspek lahiriyah kehidupan manusia di dunia ini
F.
Daftar
Pustaka
Al Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI: Jakarta
Al Subaily, Yusuf. Fiqih Perbanka Syariah.
Rosyid, Sulaiman. 2012. Pendapat Para Ulama Tentang Hukum Undian Berhadiah. http://grupsyariah.blogspot.co.id/2012/04/pendapat-para-ulama-tentang-hukum.html. (diakses pada tanggal 29 Oktoberb 2015)
Qardhawi, Yusuf. 2001. Fatwa-fatwa Kontemporer Jilid 3.
Jakarta: Gema Insani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar